“Sepanjang tahun 2022, pengusutan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi, baik pelanggaran HAM masa lalu maupun yang baru, masih menjadi tanda-tanya besar kapan akan menemui ujungnya. Negara masih terkesan setengah hati, membiarkan pengusutan berbagai kasus pelanggaran HAM berlarut-larut,” ucap Syaikhu.
Syaikhu kemudian menyinggung beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di antaranya penolakan warga Desa Wadas atas pembukaan tambang andesit yang berujung dengan tindakan represif terhadap warga setempat.
“Masih segar dalam ingatan kita pada dua peristiwa yang menunjukkan oknum aparat keamanan menggunakan kekuatan yang tidak perlu dan berlebihan serta berpotensi melanggar HAM, yaitu peristiwa di Desa Wadas pada Februari 2022,” tutur Syaikhu.
“Penolakan warga atas pembukaan lahan tambang andesit berujung pada perlakuan represif dan penahanan sejumlah warga oleh oknum aparat Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dan menemukan temuan adanya tindakan kekerasan, penangkapan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan dari oknum aparat kepolisian,” imbuhnya.
Selain kasus Wadas, Anggota Komisi I DPR RI itu juga menyinggung tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022, mengutip dari keterangan resmi Komnas HAM telah terjadi pelanggaran HAM oleh oknum aparat dalam mengamankan para suporter sepakbola sehingga menewaskan ratusan orang.
“Pada tragedi Kanjuruhan Oktober 2022 yang telah merenggut nyawa ratusan orang, Komnas HAM menyatakan secara resmi bahwa telah terjadi pelanggaran HAM oleh oknum aparat keamanan yang diakibatkan tata kelola yang buruk dalam pengamanan penyelenggaraan sepakbola,” ucap Syaikhu.
“Aparat telah melakukan tindakan berlebihan dengan menembakkan gas air mata. Bukan hanya melanggar prosedur standar pengamanan pertandingan, tindakan penembakkan gas air mata juga merupakan pelanggaran pidana,” sambungnya.
Ia kemudian mengingatkan peristiwa tragedi KM 50 yang menewaskan anggota FPI yang sampai saat ini belum tuntas penyelesaian dugaan pelanggaran HAM oleh oknum aparat.
“Selanjutnya kita menolak lupa, kasus KM 50 menjadi fakta pelanggaran HAM masih belum tuntas, keluarga korban belum memperoleh rasa keadilan seutuhnya,” terang Syaikhu.
“Komnas HAM telah menyatakan adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap kematian anggota FPI dan merekomendasikan agar Kasus KM 50 dimasukkan ke ranah hukum dengan mekanisme pengadilan pidana. Namun justru, dua terdakwa dalam kasus KM 50 dari pihak oknum aparat justru divonis bebas,” kata dia.
Syaikhu kemudian menyoroti terkait buramnya kasus penegakan hukum yang terjadi selama tahun 2022, mencuatnya kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua mencoreng nama aparat penegak hukum.
“Tahun 2022 menjadi wajah buram proses penegakan hukum di Indonesia, kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua sungguh sangat memilukan dan menampar wadah institusi penegak hukum. Belum lagi kasus-kasus lain berupa judi online, narkoba, sampai korupsi yang juga melilit para oknum aparat penegak hukum,” kata Syaikhu.
Syaikhu berharap tahun 2023 menjadi wajah cerah penegakan hukum di Indonesia dengan melakukan reformasi penegakan hukum yang menyeluruh menjunjung tinggi keadilan dan berintegritas.
“Negara kita adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Hukum harus tegak berdiri paling tinggi di atas kekuasaan dan kepentingan apapun. Kita harus memastikan bahwa penghormatan, perlindungan, serta keadilan HAM harus terjamin di Republik ini. Tahun 2022 cukup menjadi pelajaran dan catatan penting bagi segenap elemen bangsa untuk menatap wajah cerah penegakan hukum di tahun 2023 dan tahun-tahun mendatang,”
“Reformasi hukum harus dilakukan secara menyeluruh, baik menyangkut regulasi, lembaga penegak hukum, maupun aparat penegak hukum itu sendiri. Mari terus berjuang untuk mengawal dan memastikan hadirnya lembaga dan para penegak hukum yang bersih dan berintegritas, serta menjunjung tinggi keadilan,” pungkas Syaikhu.