Sementara tujuh makam tersebut tidak dipindahkan karena dianggap merupakan tokoh penting.
Dahulunya, tujuh makam itu sempat akan dipindahkan karena dinilai kurang pas berada di dalam masjid.
Namun setiap kali makam itu akan dibongkar, alat berat untuk memindahkan makam selalu mati, dan selalu ada hambatan hingga pada akhirnya tujuh makam tersebut dibiarkan hingga sekarang.
“Sampai hari ini, belum ada dari pihak terkait atau sumber lain yang menyatakan keterangan identitas 7 makam tersebut,” sebut Andi.
Ia mengaku, sejauh ini masyarakat Kampung Tua Tanjung Uma mengklaim makam-makam tersebut adalah makam leluhur mereka. Sehingga setiap bulan Ramadan, banyak warga Tanjung Uma Batam yang datang berziarah.
Tidak hanya itu, beberapa orang dari Tembesi hingga dari Singapura juga datang dan menyatakan hal yang sama.
Kendati demikian, pihaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Terpenting adalah sama-sama menjaga kebersihan dan ketertiban saat berziarah di makam tersebut.
Ia menceritakan, sebelumnya lokasi masjid tersebut memang masih berada di area Tanjung Uma.
Maka diperkirakan, tujuh makam tersebut merupakan orang-orang yang pertama menempati wilayah Kampung Tua Tanjung Uma di sekitar Jodoh dan Nagoya.
Saat ini Masjid Raya Baitusysyakur terus mengalami perubahan dari bentuk awalnya.
Masjid Raya Baitusysyakur sempat menjadi ikon pariwisata di Batam, dengan luas 900 meter persegi.
Masjid ini mampu menampung jemaah sekitar 4.000 hingga 5000 orang.
Tidak hanya itu, tempat parkir pun tergolong luas. Sehingga jemaah yang hendak salat bisa dengan leluasa memarkirkan kendaraan mereka.
Itu pula yang menambah daya tarik masjid ini sehingga banyak dikunjungi masyarakat dan wisatawan hingga hari ini.***
Sumber: Tribun
Tags: Baitusysyakur, Batam, jodoh, masjid, PKS