• Seharusnya jawaban yang normal dari pertanyaan, “siapakah yang menjadi penolongku?”, adalah: “Kamilah penolong-penolongmu”. Tetapi hal ini tidak dikatakan oleh para pengikut setia Nabi Isa as, untuk menyampaikan pelajaran: Sekalipun mereka menjadi pengikut setia Nabi Isa as tetapi mereka tidak terjebak dalam figuritas dalam dakwah.
• “Hawariyun” menurut ulama tafsir adalah para pengikut setia yang paling ikhlas dan militan. Sekalipun demikian mereka tidak terjebak dalam figuritas dan wala’ sakhshi, karena disamping punya militansi yang kuat mereka juga punya pemahaman yang benar dan mendalam tentang dakwah.
• Figuritas ini dilarang Allah karena menyimpan sejumlah kelemahan dan bahaya bagi dakwah, diantaranya:
a- Runtuhnya semangat perjuangan dakwah bersamaan dengan meninggalnya sang figur, sebagaimana terjadi di perang Uhud. Sekalipun peristiwa yang terjadi di perang Uhud punya tujuan tarbiyah tersendiri, diantaranya menyiapkan mental para sahabat bila nantinya Nabi saw benar-benar wafat, karena pesona kepribadian Nabi saw yang sangat kuat dan tanpa cacat. Bahkan ketika Nabi saw benar-benar wafat, pengaruh figuritas itu masih sedikit terasa, bahkan dialami oleh Umar bin Khaththab ra, pribadi yang sangat kokoh, tetapi karena kwalitas tarbiyah para sahabat yang sangat baik maka fenomena buruk itu tidak berlangsung lama setelah diingatkan dan disadarkan oleh perkataan Abu Bakar ra yang sangat fenomenal tersebut.
b- Nabi saw dijamin ma’shum oleh Allah sehingga tidak memiliki cacat kepribadian sama sekali, tetapi selain Nabi tidak memiliki jaminan itu. Karena itu, bila cacat-cacat kepribadian ini muncul di tengah perjalanan maka akan meruntuhkan semangat dakwah para pengagum sang figur tersebut, karena biasanya orang-orang yang terlalu mengagumi seseorang itu tidak bisa menerima adanya cacat kepribadian sama sekali. Kecuali mungkin di kalangan masyarakat awam yang bisa dibuatkan “legenda” dan “hal-hal luar biasa” untuk menenangkan mereka.
• Hal ini terjadi pada tokoh-tokoh besar sekelas syaikh Muhamnad Abuh, Jamaluddin al-Afghani dan lainnya. Sebagian pengagumnya berbalik arah menyerang figur kebanggaannya setelah terhasut tulisan-tulisan yang belum tentu pasti kebenarannya bahwa figur yang mereka tokohkan itu menjadi agen intelijen internasional. Apalagi jika issu-issu itu benar, anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi di dalam jiwa para pengagumnya. Musuh-musuh Islam selalu berupaya menghancurkan kekuatan kaum muslimin dengan cara, diantaranya, menyerang para tokohnya.
c- Figuritas akan memunculkan wala’ syakhshi (loyalitas kepada individu) bukan kepada jamaah atau sistem dan nilai, sehingga rawan menimbulkan perpecahan apabila sang figur juga menikmati penokohannya dan mengelolanya untuk membangun kekuatan individu bukan untuk menguatkan jamaah atau sistem. Padahal jika kekuatan dan kehebatan individu itu dibangun di dalam bingkai jamaah atau sistem maka akan melahirkan kekuatan jamaah atau organisasi dan sekaligus menguatkan individu tanpa menghambatnya.
• Tetapi sangat disayangkan, salah satu kelemahan orang-orang cerdas dan hebat itu, sebagaimana bisa kita baca dalam sejarah, seringkali tergoda untuk membangun kekuatan sendiri karena merasa punya modal kekuatan individu, apalagi jika individu tersebut memiliki kehebatan dalam narasi besar sehingga mudah “menyihir” orang-orang yang mudah kagum dengan narasi semata.
• Lebih berbahaya lagi jika orang-orang yang memiliki kehebatan bernarasi itu terkena penyakit nifaq, sebagaimana pernah dikhawatirkan Nabi saw dalam sabdanya:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
“Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah setiap munafiq yang sangat pandai lisannya”. (Musnad Ahmad 143)
• Semoga Allah menjaga individu-individu hebat di dalam jamaah dakwah ini sehingga selalu komit dengan ajaran-ajaran Islam dan amal jama’i sehingga jamaah dakwah ini tetap solid dan bisa mengemban tugas-tugas dakwah yang sangat berat dengan sebaik-baiknya.***
Tags: Aunur Rafiq Saleh