Karakteristik Perubahan Islami

Muhafazhah ‘ala Mashalihil Insan

Perubahan yang didasarkan atas konsep Islam juga memiliki ciri khas memelihara kepentingan-kepentingan manusia. Bahkan seluruh syariat Allah yang diturunkan kepada rasul-rasul-Nya bukan hanya li muhafazhah ‘ala karamatil insan wa afdhaliyatul insan, tetapi juga muhafazhah ‘ala mashalihil insan.
Bahwa atas nama pembangunan dan kemajuan, perubahan itu tidak boleh menggusur kehormatan dan kepentingan manusia.

Manusia yang dimaksud disini bukan hanya muslimin dan mu’minin. Tetapi juga pemeluk-pemeluk agama lain. Perubahan harus bisa memberikan jaminan kehormatan dan kepentingan mereka juga.

Pertama, haqqul hayat, kepentingan untuk eksistensi hidupnya. Dalam istilah maqashidus syari’ah disebut hifzhun nafs (memelihara jiwa). Seluruh mahluk Allah mempunyai hak hidup di bumi, selagi tidak merusak kehidupan yang lain. Jika mereka merusak kehidupan yang lain; berbuat zalim, maka ada hukum syar’i yang akan mencabut hak hidupnya. Dalam keadaan mujarrodah (normal), setiap makhluk Allah punya hak hidup. Termasuk mu’minun wa kafirun wa musyrikun. Pemahaman seperti ini sangat penting. Ini bukan pemahaman pluralisme keagamaan. Allah menciptakan mahluk itu tidak seragam. Termasuk dalam pemikiran dan keyakinannya.

Kedua, hak spiritual, hak beragama, hak berkeyakinan, dan hak beribadah. Ini tidak boleh tergusur oleh perubahan. Ia harus diakui eksistensinya, dijaga, diamankan oleh gerakan perubahan. Yang kedua ini dalam istilah maqashidus syari’ah disebut hifzhuddin (hak spiritual). Hak spiritual ini termasuk dengan protokoler-protokolernya, fasilitas-fasilitasnya, ritual-ritualnya. Bukan hanya sebatas keyakinan. Dalam surat al-Hajj ayat 40 Allah menyebutkan,

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

“dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.”

Bahwa sunnah hudamah, sunnah saling mencegah untuk memelihara eksistensi sarana-sarana komunikasi dengan Allah. Walaupun sarana itu dari segi aqidah salah.

Lahuddimat showaami’u wa biya’un wa shalawatun wa masajidu yudzkara fiihasmullah (pasti telah dirobohkan—oleh musyrikin—biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah—jika Allah tidak menolaknya melalui munculnya orang-orang mu’minun dan muslimun yang berjihad melawan mereka, red.)

Kenapa Islam mengakui keberadaan agama-agama lain, walaupun tidak mengakui kebenarannya? Karena minimal dalam agama-agama itu terdapat semangat berkomunikasi dengan Sang Khaliq, walaupun caranya salah. Artinya disini ada yang bertuhan, dimana secara spiritual, manusia akan lebih cenderung berubah menjadi binatang, bal hum adholl. Oleh karena itu Islam memelihara dan melindungi hak-hak spiritual ini.

Sekarang kita berada di mihwar muassasi yang merupakan pintu gerbang menuju mihwar daulah. Pemahaman-pemahaman seperti ini penting dikokohkan dalam diri kita. Kalau tidak, kita tidak akan dipercaya oleh Allah mengelola negeri ini. Kenapa? Karena negeri ini penduduknya bukan hanya muslim. Ada nasrani, Yahudi, Budha, dan Hindu. Jadi semangatnya harus inklusif, bukan semangat eksklusif. Karena kita harus memiliki kemampuan merangkul, menghimpun, melakukan konsolidasi, koordinasi, dan mobilisasi kepada seluruh komponen bangsa. Apa pun agama, keyakinan, pemikiran, partai dan jama’ahnya. Kalau tidak ada kemampuan seperti itu, jangan berharap Allah akan percaya kepada kita. Sebab misi Islam tidak terekspresikan dan tidak teraktualisasikan secara benar.

Ketiga, menjaga hak intelektual sebagai bagian dari hifzhul aql (memelihara akal). Kalau seseorang punya ide, usulan, pemikiran, ideologi yang berbeda, cita-cita yang berbeda, keinginan berbeda; itu adalah hak kemanusiaan yang paling mendasar yang harus dijaga dan dipelihara. Dengan demikianlah dinamika kemajuan bisa terjamin. Hak intelektual ini penting, termasuk dalam melaksanakan doktrin syuro dalam Islam.

Kalau pemikiran itu diseragamkan, hal itu tidak akan maju. Biarkan pemikiran dan usulan itu berinteraksi dalam proses syura yang akhirnya mengkristal sehingga lahir menjadi keputusan bersama. Akan tetapi tetap dasar ide-ide, pemikiran, dan usulan dibiarkan tumbuh. Karena itu merupakan bagian dari hak intelektual.
Menjaga dan memelihara hak intelektual ini sangat penting. Tidak boleh diberangus. Walaupun sebenarnya dalam konteks jama’ah hal tersebut dikelola dalam syura yang diramu dalam hikmah kebijaksanaan dan akhirnya menghasilkan keputusan-keputusan bersama; itulah yang disebut al-azmu.

Wa syawirhum fil amri, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Tidak ada musyawarah kalau sudah satu pendapat. Tapi kalau sudah menghasilkan kesepakatan bersama, fa idza ‘azamta fatawakkal ‘alallah, maka apabila kamu telah berazam, bertawakkalah kepada Allah. Ketika Rasulullah ditanya tentang al-azmu, beliau menjawab,

مشاورة أهل الرأي، ثم اتِّباعهم

(musyawarah ahli ra’yi kemudian mengikuti mereka, red).

Maka tidak boleh ada pemberangusan huququl fikriyah (hak-hak intelektual). Karena hal ini bagian dari hifzhul aql.

Keempat, penjaminan hak-hak ekonomi, hifzul mal (memelihara harta). Hak untuk mempunyai usaha, hak akses terhadap permodalan, hak akses terhadap sumber daya alam, hak untuk mengeksploitasi, hak untuk mengeksplorasi-mengeksploitasi sumber-sumber ekonomi; itu adalah hak kemanusiaan yang harus dijamin di negara mana pun. Apalagi oleh gerakan dakwah.

Kelima, hak-hak sosial atau yang disebut hifzhul nasa atau hifzhu’irq. Seperti hak untuk beristri, bersuami, beranak, berumah tangga, atau hak hidup bertetangga dengan rukun dan damai. Termasuk hak berorganisasi, hak berkumpul, hak bermasyarakat, bahkan hak membuat LSM, Yayasan—itu bagian dari hak sosial.

Kelima hal ini adalah tonggak-tonggak masyarakat madani dalam Islam. Dalam pelaksanaan gerakan perubahan, tidak boleh ada pemberangusan dan penggusuran, karena gerakan perubahan harus menjamin, memelihara, dan mengamankan al-huququl Islamiyah atau dalam istilah lainnya, al-maqashidus syari’ah al-khamsah.***

Laman: 1 2