Oleh: Cahyadi Takariawan
Perjalanan haji telah berlalu tiga hari. Nafkah yang ditinggalkan untuk keluarga Hatim telah habis dimanfaatkan untuk keperluan makan sehari-hari.
Harikeempat mereka mulai diserang rasa lapar. Ibu dan anak-anak Hatim bersedih, serta menyalahkan anak perempuan. Namun putri Hatim hanya tertawa ringan saja.
“Apa yang membuatmu tertawa, putriku? Rasa lapar hampir membunuh kita sekarang ini,” ujar ibu.
“Apakah ayah kita ini Ar-Razzaq (Pemberi Rezeki), ataukah pemakan rezeki?” tanya si putri.
“Tentu saja ayah kita adalah pemakan rezeki, sama sepertikita semua. Karena Ar-Razzaq hanyalah Allah,” jawab mereka.
“Kalau begitu, telah pergi pemakan rezeki dan tinggallah Ar-Razzaq bersama kita di sini. Sang pemberi rezeki tidak pergi” ujar anak perempuan Hatim.