JAKARTA — Memasuki tahun 2022 memberi harapan baru agar perekonomian nasional lebih fokus upaya meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana tujuan nasional tercantum dalam Pembukaan UUD RI 1945, antara lain “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”.
“Hal itu seharusnya menjadi tujuan setiap pengambilan kebijakan politik, ekonomi dan sosial, yang dilakukan eksekutif maupun legislatif. Melihat kondisi perekonomian nasional sepanjang tahun 2021 masih berfluktuasi dalam menghadapi pandemi Covid-19, maka perlu komitmen kuat untuk prioritas program kesejahteraan,” jelas Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al-Jufri dalam pesan awal tahun, Senin (3/1/2022).
Salim mencermati lahirnya beberapa undang-undang yang berpotensi terjadinya penguatan oligarki ekonomi dan politik seperti UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 tahun 2021, serta terjadinya resentralisasi berdasar UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang akan berlaku mulai 2023.
“Produk kebijakan itu dikhawatirkan semakin menjauhkan kita dari tujuan nasional Indonesia merdeka,” ujar Salim yang baru mendapat gelar Dato Wira Cahaya Buana dari Lembaga Adat Melayu, Kepulauan Riau.
Tantangan yang akan kita hadapi pada tahun 2022 jauh lebih kompleks, antara lain pertama, Covid-19 varian omnicorn sudah masuk ke Indonesia. Sementara pertumbuhan ekonomi nasional kembali turun Trwiulan III-2021 sebesar 3,51% (yoy), setelah sempat meningkat Triwulan II-2021 sebesar 7,07%. Ancaman terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi masih mungkin terjadi jika penanganan varian omnicorn tidak dilakukan secara maksimal.
Kedua, rapuhnya fundamental ekonomi nasional semakin terlihat saat penyebaran Covid-19 berlangsung selama 22 bulan atau mendekati 2 tahun, menyebabkan perekonomian mengalami resesi.
Ketiga, beban fiskal yang semakin berat akibat besarnya belanja Covid-19 yang telah dikeluarkan dalam dua tahun terakhir. Realisasi program Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) tahun 2020 mencapai Rp575,8 triliun dan pagu anggaran tahun 2021 yang mencapai Rp744,77 triliun.
Kondisi tersebut menyebabkan defisit APBN 2020 sebesar Rp 956,3 triliun atau setara dengan 6,09% dari PDB, sedangkan tahun 2021 defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp 873,6 triliun atau 5,2%-5,4%.
Konsekuensinya, beban utang pemerintah per akhir Oktober 2021 meningkat sebesar Rp 6.687,28 triliun atau setara 39,69% PDB. Selain itu, Pemerintah juga punya kewajiban membayar bunga utang dalam APBN 2021 sebesar Rp 366,2 triliun, bahkan diperkirakan mencapai 400 triliun pada 2022.
“Semestiya, tahun 2022 menjadi transisi bagi penurunan defisit APBN, sebelum nantinya kembali normal di bawah 3% pada tahun 2023, sebagaimana amanah konstitusi,” papar Salim.
Tak bisa dibantah, tingkat ketimpangan ekonomi penduduk Indonesia makin melebar pasca pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari rasio gini Indonesia pada pertengahan tahun 2021 mencapai 0,384.
Krisis multidimensi akibat Covid-19 turut mempengaruhi kondisi kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat. Termasuk memberikan dampak bagi meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang atau setara dengan 10,14 persen. Sedangkan, tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2021 sebesar 6,49 persen. Selain itu, terdapat 21,32 juta orang atau setara dengan 10,32% penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19.
“Turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini menjadi PR bagi Pemerintah untuk bisa diselesaikan dengan Program pemulihan ekonomi. Selain itu, kebijakan APBN 2022 harus tetap dilakukan secara responsif dan antisipatif buat menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat agar tidak turun,” Salim menekankan.
Tetapi kita tidak boleh pesimis melihat besarnya tantangan yang dihadapi pada tahun 2022. Bangsa Indonesia masih punya potensi untuk bangkit, dengan modal sosial dan potensi ekonomi yang besar: Syaratnya, pemerintah fokus pada program kesejahteraan dan menghindari proyek mercusuar seperti pembangunan Ibu Kota Negara yang baru. Selain itu, jangan terjebak kepentingan poltik jangka pendek yang akan mendorong perilaku koruptif.
Sumber: pks.id