JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak meminta Perum Bulog untuk mengoptimalkan pengelolaan stok beras nasional untuk menstabilkan pasokan dan harga beras yang saat ini bergejolak.
Namun Amin mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru memutuskan impor beras karena bisa merugikan petani. Karena itu, lanjut Amin, validitas data menjadi kunci penting agar kebijakan yang diambil tepat dan efektif.
Seperti diketahui, tahun ini Bulog sudah mengimpor 1,6 juta ton beras dari izin impor 2 juta ton yang dikeluarkan pemerintah Maret 2023 lalu. Dengan realisasi impor sebesar itu, menurut Amin tidak semestinya stok dan harga beras saat ini tidak bisa dikendalikan pemerintah.
Di sisi lain, realisasi penyerapan gabah dalam negeri sampai 10 Agustus lalu, sudah mencapai sebesar 780 ribu ton setara beras. Amin pun mengaku heran mengapa stok beras di pasar menipis sehingga berdampak pada kenaikan harga cukup tinggi saat ini.
Berdasarkan pantauan di lapangan, kenaikan harga beras berkisar antara Rp700 hingga Rp1.200 per kilogram (kg). Sebagai contoh, harga beras yang biasanya dijual Rp10.500 per kg, kini di pasar harganya mencapai Rp11.400 per kg.
“Dari capaian pengadaan beras produksi dalam negeri ditambah realisasi impor 1,6 juta ton, setelah dikurangi konsumsi masyarakat, Bulog menyebut saat ini ada 1,33 juta ton beras yang mereka kuasai. Saya berharap Bulog mampu mengelola stok dan harga beras di tengah lonjakan harga saat ini,” tegasnya.
Kementerian Pertanian sendiri memperkirakan ada potensi kehilangan produksi beras sebanyak 1,5 juta ton akibat dampak kekeringan yang disebabkan El Nino. Secara teoritis, defisit sebesar itu bisa ditutupi oleh Bulog apabila realisasi penyerapan gabah petani berjalan dengan baik.
“Saya meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa memanfaatkan stok yang dikuasai Bulog untuk bergerak cepat menstabilkan pasokan dan harga beras,” kata Amin.
Wakil Rakyat dari Dapil Jawa Timur IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu pun mendesak pemerintah untuk melakukan pendataan stok beras nasional secara akurat. Berapa stok di tangan Bulog (cadangan beras pemerintah), berapa stok yang ada di tangan petani, dan berapa stok di tangan pedagang, itu seharusnya selalu ter-update.
“Sampai saat ini, pemerintah belum juga melakukan pendataan secara detail. Bagaimana kita mau membuat kebijakan yang tepat dan terencana dengan baik jika tidak punya data yang valid,” kata Amin.
Amin pun meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru memutuskan impor tanpa dukungan data yang bisa diandalkan. Pengadaan atau penyerapan beras dari produksi dalam negeri harus dioptimalkan.
“Saya khawatir importasi beras menjelang Pemilu ini rawan penyimpangan. Jangan sampai impor dijadikan jalan pintas karena Pemerintah gagal mengelola data dan stok beras produksi dalam negeri,” pungkasnya.***