Harga Pangan Naik, Aleg PKS Dorong NFA Bentuk Sistem Pangan yang Tangguh

JAKARTA — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan mengingatkan pemerintah terkait fluktuasi harga komoditas pangan akhir-akhir ini di mana sejumlah bahan pangan terpantau mengalami kenaikan harga seperti komoditi bawang putih, minyak goreng, dan gula pasir.

“Jika kita pantau per 1 November 2022 maka terlihat harga gula pasir tercatat naik paling tinggi secara persentase yang mencapai 0,33% dan dilihat dari inflasi pada Oktober kemarin sebesar 4,73% maka pemerintah harus hati-hati menjelang tahun baru nanti, jangan sampai kegagalan mengendalikan harga terus berulang,” ucap Johan.

Johan mendorong Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) menjalankan fungsinya sesuai amanat UU tentang pangan maupun Perpres No. 66/2021 yang berfungsi sebagai regulator kebijakan dan stabilisasi pangan.

“Untuk saat ini saya minta Badan Pangan Nasional segera membentuk sistem pangan nasional yang tangguh dan berkelanjutan agar menjadi dasar tata Kelola bagi kepentingan pangan nasional, khusus untuk persoalan harga komoditas pangan diharapkan mampu melakukan pengendalian harga melalui penyediaan stok dan rantai pangan yang efisien,” imbuh Johan seraya berharap lembaga ini bergerak cepat menghadapi kompleksitas persoalan pangan saat ini.

Politisi PKS ini menilai saat ini daya beli masyarakat makin anjlok, maka dituntut pemerintah harus mampu mengendalikan harga komoditas pangan sebab hal ini menyangkut urusan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.

“Kalau kita lihat harga pangan saat ini tidak dapat diperkirakan secara akurat oleh pemerintah sehingga dampaknya selalu kesulitan mitigasi risiko dari lonjakan kenaikan harga komoditi tersebut. Saya melihat upaya pengendalian harga pangan secara nasional harus dimulai dari ketegasan terhadap akar penyebab dari volatilitas harga yang tinggi yakni banyaknya produk pangan yang masih impor, jadi untuk mengatasi persoalan harga pangan harus dimulai dengan peningkatan produktivitas pangan di dalam negeri serta tegas menghentikan impor,” urai Johan.

Di sisi lain, Johan juga mengingatkan pemerintah agar memberi perhatian terkait persoalan ancaman krisis pangan yang ada di depan mata kita dimana sudah banyak negara yang mengalaminya apalagi ditambah dengan kondisi resesi ekonomi di berbagai belahan wilayah negara.

“Saya mendesak pemerintah mewaspadai hal ini karena dari sisi stok pangan nasional di Bulog saja sekarang telah mengalami pelorotan drastis, demikian juga dengan ketersediaan pangan yang kondisinya mengkhawatirkan akibat harga yang tidak stabil saat ini,” ujarnya.

Johan menambahkan bahwa kewaspadaan turunnya produksi pangan di dalam negeri juga harus diingatkan ke pemerintah sebab potensi adanya iklim yang tidak menentu, demikian juga adanya hujan ekstrem maupun berbagai bencana seperti banjir dan longsor sudah tentu pasti berdampak pada rendahnya hasil produksi Pertanian.

“Saya menekankan agar dimunculkan semacam Gerakan Kewaspadaan Nasional terhadap ancaman krisis pangan, hal ini agar negara tidak lalai terhadap hajat hidup rakyat Indonesia. Contoh kondisi yang harus diwaspadai dari sisi stok pangan, kita temukan per Oktober 2022 bahwa stok cadangan beras pemerintah di Bulog hanya sekitar 673 ribu ton padahal mestinya stok cadangan itu harus berkisar 1 juta hingga 1,5 juta ton beras setiap saat,” ungkap Johan.

“Kita mendorong agar anggaran sektor pangan perlu diperkuat untuk menjaga stabilitas pangan nasional terutama peningkatan produksi pangan oleh petani lokal, kita tekankan agar kesejahteraan petani menjadi tantangan bagi Badan Pangan Nasional, menekan inflasi pangan harus didapat tanpa mengorbankan petani,” tutup Johan Rosihan