PKS Satu-satunya Fraksi yang Tolak RUU IKN

JAKARTA — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan tegas menolak Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) disahkan menjadi undang-undang.

Anggota DPR RI yang mewakili Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama dengan tegas menyampaikan pandangannya  dalam rapat di tingkat panitia kerja (panja) RUU IKN yang digelar pada Senin hingga Selasa dini hari (17-18/1/2022).

“Dengan berbagai pertimbangan  dan masih banyaknya substansi dan pandangan Fraksi PKS yang belum diakomodir, maka Fraksi PKS DPR RI dengan mengucapkan Bismillahhir-rahmannirrahiim, menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara untuk dilanjutkan ketahapan berikutnya,” ungkap Suryadi.

Menurut Suryadi, Pembahasan RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang sedang dilakukan berbarengan dengan kondisi ekonomi Indonesia masih belum pulih. Masyarakat masih berjuang melawan pandemi Covid-19. 

“Krisis yang terjadi akibat pandemi mengakibatkan banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan dan angka kemiskinan pun masih tinggi,” paparnya.

Menurut data Maret 2021 angka kemiskinan sebesar 10,14 persen, dan diperkirakan akan meningkat lagi pada akhir 2021. Apalagi awal tahun ini juga sedang marak naiknya harga bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat. 

“Selain itu, Kementerian Keuangan juga mencatat posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2021 sebesar Rp6.687,28 triliun yang setara dengan 39,69 persen Produk Domestik Bruto (PDB),” terang pria yang akrab disapa SJP ini.

SJP menambahkan rencana pemindahan Ibu Kota Negara mulai tahun 2024 juga tidak terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025 yang ditetapkan di dalam Undang Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. 

“Hal ini dapat memberikan indikasi bahwa pemerintah tidak mengacu dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang telah ditetapkan sampai dengan tahun 2025 sehingga dapat mengakibatkan pencapaian tujuan yang tidak terarah dan tidak terkontrol sesuai dengan Undang Undang No. 17 tahun 2007,” pungkasnya.

Keberadaan Ibu Kota Negara bagi Indonesia tidak lepas dari sejarah perjalanan bangsa. Oleh karena itu, Fraksi PKS khawatir memindahkan IKN dari Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang memiliki sejarah perjuangan ke daerah lain menyebabkan terputusnya ikatan kolektif bangsa ini dari rantai sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Fraksi PKS melihat bahwa RUU IKN masih memuat potensi masalah baik secara formil maupun materil. Mulai dari proses pembahasan yang sangat singkat hingga banyaknya substansi yang belum dibahas secara tuntas,” tegas Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN ini.

Secara substansi, kata SJP, Fraksi PKS juga memberikan catatan substansi terhadap materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN. 

“Catatan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN tidak sejalan dengan prinsip konstitusionalisme, pembangunan berkelanjutan, efisiensi penganggaran serta penghormatan dan penghargaan terhadap sejarah perjalanan bangsa,” terang Suryadi.

Pertama, kata SJP, beberapa materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN mengandung beberapa permasalahan konstitusionalitas. 

“Kedua, Fraksi PKS memandang bahwa karakteristik Indonesia yang beragam dan masyarakat adat yang terikat oleh wilayah adat, belum dijelaskan secara detail tentang teknis memperhatikan Hak Atas Tanah Masyarakat Adat dalam RUU tersebut. Maka kami meminta pemerintah untuk bisa mengajak seluruh lembaga masyarakat adat yang masih eksisting untuk dimintai persetujuannya atas pendirian ibu kota negara sebagai wujud dari amanah konstitusi kita pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 yaitu Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang,” jelas SJP.

Ketiga, tambahnya, Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam pemindahan ibu kota tersebut harus ada jaminan berupa kesiapan infrastruktur kehidupan, kesiapan wilayah dan kesiapan instansi untuk pindah ke Ibukota Baru. 

“Keempat, Fraksi PKS memandang bahwa pembangunan IKN akan mengakibatkan perubahan lingkungan dan kawasan hutan yang mengancam kehidupan hewan-hewan dan tumbuhan yang penting di lokasi IKN hal ini berdasarkan hasil rapid kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan dan kehutanan (KLHK) menunjukan bahwa Wilayah IKN memiliki keanekaragaman hayati (kehati) yang sangat beragam,” terang SJP.

Kelima, imbuhnya, Perlunya rencana induk yang baik dan transparan, termasuk pendanaannya serta terintegrasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari RUU ini. 

“Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa pendanaan IKN harus memperhatikan kemampuan fiskal yaitu ketika keseimbangan primer APBN positif. Artinya bahwa tidak boleh ada konsekuensi penambahan utang atas adanya proyek IKN,” tandas Anggota Komisi V ini.

Ketujuh, kata SJP, Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam RUU IKN harus menjamin sumber pendanaan lain dengan skema KPBU dalam proyek IKN tidak melibatkan dan/atau membebani APBN pada kemudian hari. 

“Kedelapan, Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam RUU IKN harus dapat menjamin tidak ada pemindahtanganan barang milik negara yang sebelumnya digunakan oleh kementerian/lembaga di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan/atau provinsi lainnya, karena hal tersebut berisiko merugikan negara,” ujar Suryadi.

Kesembilan, tambahnya, Pengadaan tanah untuk IKN yang mengambil tanah hak milik pribadi, tanah adat dan tanah eks kesultanan harus dengan pemberian ganti rugi yang adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

“Kesepuluh, Kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional harus berada di ibu kota negara,” pungkasnya.

Kesebelas, lanjut SJP, Fraksi PKS berpendapat bahwa ibu kota negara seharusnya menjadi center of gravity yang menjadi area yang paling penting bagi pertahanan dan keamanan negara. 

“Keduabelas, Fraksi PKS berpendapat bahwa Pemindahan status Ibu Kota Negara yang ditargetkan akan dilakukan pada semester I (satu) tahun 2024 sangatlah terburu-buru,” tutup Suryadi.