Kelangkaan Batu Bara di Negeri Produsen Terbesar Ketiga di Dunia

Oleh: Memed Sosiawan

Pada akhir tahun menjelang perayaan tahun baru 2022, mayarakat dikejutkan dengan berita bahwa ada kemungkinan pemadaman listrik terhadap 10 juta pelanggan (pribadi dan korporasi) karena kurangnya ketersediaan batubara untuk pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Listrik Swasta (Independent Power Producer – IPP). Pemadaman listrik terhadap 10 juta pelanggan tersebut tentu akan merugikan perekonomian nasional. Kondisi tersebut mendorong pemerintah melarang ekspor batubara selama sebulan, dari tanggal 1 – 31 Januari 2022. Pelarangan tersebut dilakukan karena pemerintah menilai bahwa perusahaan batubara tidak melaksanakan kewajiban memenuhi kebutuhan domestik yang disebut dengan Domestic Market Obligation (DMO). 

Indonesia pada tahun 2020 merupakan produsen batubara terbesar ketiga di dunia, dengan jumlah produksi 562,5 juta ton (jt). Produsen terbesar pertama adalah China (3.902,0 jt), kedua adalah India (756,5 jt), keempat adalah Amerika (484,7 jt), kelima adalah Australia (476,7 jt), dan keenam adalah Rusia (399,8 jt). Pada tahun 2021 target produksi batubara Indonesia adalah 625,0 jt namun realisasinya adalah 560,0 jt (89,6%). Sedangkan target pemanfaatan domestik adalah 137,5 jt namun realisasinya adalah 121,3 jt (88,2%). Pada tahun 2022 ini target pemanfaatan domestik adalah 190 jt (29,5% – 29,8%) dari target produksi batubara sebesar 637 – 644 jt. 

Saat ini terdapat 613 eksportir batubara yang terdaftar dan wajib melaksanakan komitmen DMO. Dari jumlah itu, sebanyak 418 (68,18%) perusahaan sama sekali tidak menjalankan komitmen DMO selama tahun 2021. Sebanyak 30 (4,89%) perusahaan memenuhi komitmen DMO pada kisaran 75% – 100%. Dan ada 93 (15,17%) perusahaan yang telah memenuhi kewajiban DMO lebih dari 100%. Dan sisanya sebanyak 72 (11,74%) perusahaan adalah perusahaan yang memenuhi komitmen DMO kurang dari 75%. 

Beberapa pendapat yang mungkin bisa dijadikan argumentasi oleh perusahaan batubara antara lain: karena kadar kalori batubara yang diekspor berada dibawah spesifikasi batubara untuk PLTU, atau karena harga batubara di pasaran global jauh lebih tinggi daripada harga patokan DMO sebesar 70 dollar AS per ton, atau kelangkaan batubara bisa sebagai jalan untuk meminta kenaikan harga patokan DMO menjadi pada kisaran 90 – 100 dollar AS. Sebagaimana diketahui bahwa Harga Batubara Acuan (HBA) pada bulan Juli 2021 adalah 115,36 dollar AS per ton, kemudian HBA pada bulan Nopember 2021 naik menjadi 215,01 dollar AS per ton, dan kemudian HBA pada bulan Desember 2021 turun kembali menjadi 159,79 dollar AS per ton karena peningkatan produksi batubara oleh China. Padahal biaya produksi batubara berkisar antara 40 – 50 dollar AS per ton tergantung kepada kalorinya.

Pertambangan batubara sebagai salah satu primadona komoditas nasional yang berharga, bahkan sebagian menyebutnya seperti emas hitam, telah mendapatkan berbagai insentif sejak dari perijinan dan kemudahan berusaha sebagaimana disebutkan dalam UU No. 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Perubahan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara), sampai dengan mendapatkan insentif fiskal sebagaimana disebutkan dalam UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Yang semuanya memberikan jaminan kepastian hukum dan keuntungan ekonomi bagi para investornya. Beberapa insentif yang diberikan kepada Pertambangan Batubara, antara lain:

1. Kepastian perpanjangan Operasi Produksi dirubah dari ‘dapat diperpanjang’ menjadi ‘dijamin memperoleh perpanjangan’, seperti dinyatakan dalam ketentuan Pasal 47.

Pasal 47 menyatakan bahwa: ‘IUP Operasi Produksi untuk Pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun’ (UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara).

Kemudian ketentuan Pasal 47 dirubah menjadi Pasal 47 ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut: ‘Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b diberikan dengan ketentuan: e. untuk pertambangan Batubara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun setelah memenuhi Persyaratan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan’ (UU No. 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara). 

2. Kewajiban meningkatkan nilai tambah batubara dalam pengolahan dan pemurnian dihilangkan, seperti dinyatakan dalam ketentuan Pasal 102.

Pasal 102 menyatakan bahwa: ‘Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara’ (UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara).

Kemudian ketentuan Pasal 102 dirubah menjadi Pasal 102 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: ‘Pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi dapat melakukan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara’ (UU No. 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara).

3. Adanya pemberian insentif fiskal terkait dengan kewajiban penerimaan negara terhadap pelaku usaha yang meningkatkan nilai tambah batubara, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 128A (sisipan pasal baru antara pasal 128 dan 129) dalam (omnibus law) UU Cipta Kerja.

Pasal 128 ayat (2) berbunyi: ‘Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak’ (UU No. 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara).

Kemudian disisipkan Pasal baru, Pasal l28A yang berbunyi sebagai berikut; ‘(1) Pelaku usaha yang melakukan Peningkatan nilai tambah batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2), dapat diberikan Perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128; (2) Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen); (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah’ (UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja).

Beberapa pemberian insentif kepada para pelaku usaha pertambangan batubara dari rakyat dalam bentuk Undang-Undang seharusnya mendorong pemenuhan kewajiban kebutuhan domestik, bukan hanya mendorong pemenuhan keuntungan sebesar-besarnya melalui ekspor batubara. Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menyatakan bahwa: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Depok, 9 Januari 2022).

Sumber: pks.id