Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid. |
JAKARTA — Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, kembali memperjuangkan aspirasi pendidikan keagamaan Islam khususnya madrasah dan pesantren dalam Rapat Kerja Komisi VIII dengan Menteri Agama, Menteri Sosial, Menteri PPPA, dan Kepala BNPB; Rabu (21/9/2022).
HNW, sapaan akrabnya, kembali mendesak terwujudnya keadilan anggaran dan program bagi pendidikan keagamaan, peningkatan status Direktorat Pesantren menjadi Direktorat Jenderal, proporsionalitas anggaran bagi madrasah swasta, evaluasi sistem pengangkatan guru madrasah, sosialisasi UU Pesantren, dan realisasi Dana Abadi Pesantren.
“Saya mengusulkan agar sesuai ketentuan UUD NRI 1945 pasal 31 ayat 3, 4, dan 5; Komisi VIII bersama dengan Menteri Agama menyelenggarakan rapat bersama dengan Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kemendikbud dalam rangka mengadvokasi bisa terwujudnya keadilan anggaran pemerintah bagi penyelenggaraan pendidikan keagamaan, karena selama ini tidak proporsional dan jauh di bawah anggaran pendidikan umum,” ujar HNW dalam interupsinya saat Raker di Komisi VIII DPR-RI.
Berdasarkan data Pendis Kemenag, dari anggaran pendidikan di APBN Rp 542,8 Triliun, pendidikan keagamaan hanya memperoleh alokasi sekitar 10 persen. Padahal persentase Angka Partisipasi Pendidikan Keagamaan, tanpa menghitung Pesantren, terhadap pendidikan nasional adalah 17 persen.
“Dari sini saja, ada kekurangan 7 persen dana APBN yang mestinya diperuntukkan bagi Pendidikan Keagamaan, yang belum dipenuhi pemerintah,” ungkapnya.
Dampak dari ketidakadilan anggaran Pendidikan Keagamaan tersebut, imbuhnya, adalah tidak terlaksananya program secara maksimal, tidak meningginya mutu pendidikan keagamaan secara umum, dan minimnya dukungan Negara terhadap madrasah swasta, karena alokasi anggaran yang ada didahulukan untuk Madrasah Negeri. Meskipun data menunjukkan sekitar 95 persen pendidikan Islam dari tingkat RA sampai MA adalah swasta.
“Mayoritas mutlak madrasah di Indonesia adalah madrasah swasta, tapi yang mendapatkan bantuan anggaran sebagian besarnya adalah madrasah negeri. Tentu saja para konstituen berharap agar kami mendesak lagi, agar upaya keadilan anggaran ini tidak hanya antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan, tapi juga di kalangan pendidikan keagamaan yaitu antara yang negeri dan swasta pun harus diberlakukan secara adil dan proporsional,” sambungnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini melanjutkan, sesuai temuan saat melaksanakan kegiatan ‘Ngobrol Pendidikan Islam’ bersama Kemenag dan para guru madrasah, terungkap fakta bahwa madrasah swasta juga mengalami keberatan terkait dengan pola rekrutmen PPPK guru, di mana guru yang lolos PPPK justru dipindahkan dari institusi mengajarnya di madrasah swasta ke madrasah negeri.
“Pengangkatan guru madrasah swasta ke dalam PPPK memang baik, tapi seharusnya tidak memindahkan mereka dari institusi asalnya, tempat yang telah membesarkan mereka selama bertahun-tahun mengabdi, karena hal itu membuat madrasah swasta kehilangan guru-guru terbaiknya, dan itu tentu sangat memberatkan madrasah dan menyulitkan para murid madrasah swasta,” lanjutnya.
Hidayat yang merupakan Ketua Badan Wakaf Pondok Gontor ini juga turut memperjuangkan aspirasi pesantren, utamanya soal pentingnya sosialisasi UU Nomor 18/2019 tentang Pesantren dan Realisasi Dana Abadi Pesantren.
Dirinya menilai berdasarkan masukan dari pondok-pondok pesantren dan para kiyai, sosialisasi UU Pesantren dan Realisasi Dana Abadi Pesantren hingga kini belum dirasakan oleh sebagian besar Pesantren di seluruh Indonesia.
Karenanya HNW mengusulkan lagi agar Menteri Agama memaksimalkan usaha sosialisasi UU Pesantren dan segera merealisasikan terwujudnya Dana Abadi Pesantren.
Untuk terlaksananya program penting itu, Hidayat kembali mendorong agar Direktorat Pesantren yang kini berada di bawah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, bisa ditingkatkan status organisasinya menjadi Direktorat Jendral Pesantren, setara dengan Ditjen Pendidikan Islam.
“Peningkatan tersebut sangat diperlukan mengingat pesantren memiliki banyak potensi, keragaman dan ciri pendidikan khas yang 100 persen dikelola oleh swasta, sehingga selama ini belum banyak mendapatkan program afirmasi dari pemerintah. Sekalipun pesantren sudah sangat berjasa bagi bangsa dan negara bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka, yang terus berkembang dan meningkat jumlah pesantren dan santrinya hingga kini dan di masa yang akan datang. Apalagi UU Pesantren telah disahkan sejak tahun 2019 dan Perpres soal Dana Abadi Pesantren sudah ditandatangani Presiden Jokowi sejak tahun 2021. Maka diharapkan dengan pembentukan Ditjen Pesantren, amanah UU Pesantren dan Perpres Dana Abadi Pesantren tersebut bisa dilaksanakan dan direalisasikan untuk kemanfaatan peningkatan kualitas pesantren dan sumber daya manusia pesantren baik kiyai maupun santri,” ungkapnya.
Komisi VIII DPR-RI bersama Menteri Agama RI dalam akhir rakernya menyetujui usulan-usulan HNW yang memperjuangkan aspirasi madrasah dan pesantren, serta memasukkannya ke dalam kesimpulan rapat kerja antara komisi VIII DPR-RI dengan Menteri Agama. Yaitu Komisi VIII akan memanggil Kemenkeu, Bappenas, dan Kemendagri dalam rangka konsolidasi anggaran pendidikan keagamaan, serta mendorong Kemenag untuk mensosialisasikan UU Pesantren, merealisasikan Dana Abadi Pesantren, dan membentuk Ditjen Pesantren.
“Alhamdulillah, semoga dapat terlaksana, agar menjadi berkah untuk semua,” pungkasnya.