FPKS: BBM Naik, Biaya Transportasi dan Logistik Makin Meroket

JAKARTA — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menanggapi pemerintah yang telah memberikan tanda akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan menyiapkan beberapa skemanya karena dianggap membebani APBN.

Presiden Joko Widodo sendiri, kata Suryadi, menjelaskan bahwa pemerintah harus memutuskan kenaikan harga BBM secara hati-hati, termasuk menghitung dampak dari kebijakan tersebut.

“Saat ini pemerintah menganggarkan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502,4 triliun dan butuh tambahan sekitar Rp198 triliun untuk mencapai Rp700 triiliun bila akan menahan harga BBM subsidi, meskipun pemerintah menyebutkan belum jelas sumber anggarannya dari mana,” ujarnya di Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Apabila beban APBN menjadi alasan kenaikan harga BBM tersebut, tegas Suryadi, maka FPKS meminta agar pemerintah menghemat terlebih dahulu pengeluaran yang tidak menjadi prioritas.

“Misalkan pagu pembangunan infrastruktur IKN dari APBN yang akan menghabiskan Rp5,10 triliun pada TA 2022 dan Rp20,76 triliun pada TA 2023,” ungkap pria yang akrab disapa SJP ini.

Padahal, tambah SJP, jika pemerintah dapat menggandeng swasta sesuai janjinya maka pagu IKN dari APBN tidak perlu sebesar itu sehingga tidak menambah lagi beban APBN.

“Yang jelas, kenaikan harga BBM akan sangat berdampak pada sektor transportasi. Sebagai contoh transportasi udara yang sudah kena dampak terlebih dahulu dari kenaikan harga avtur sehingga mengakibatkan naiknya harga tiket pesawat,” tegas SJP.

Pada transportasi darat, imbuh SJP, naiknya harga BBM akan berimbas pada meroketnya tarif angkutan umum sehingga memukul mundur pemulihannya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor transportasi telah berhasil tumbuh 21,27 persen pada triwulan II-2022 jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

“Pada sektor logistik, komponen harga BBM mencakup 29%-32% dari total biaya operasional truk, sehingga setiap kenaikan harga bahan bakar sebesar Rp1.000 akan menaikkan biaya operasional 4%. Artinya, ongkos kirim juga bakal meroket,” ungkapnya

“FPKS menyatakan menolak wacana kenaikan harga BBM tersebut karena berdampak sangat berat pada perekonomian masyarakat. Diperkirakan sumbangan inflasi kenaikan BBM subsidi dapat mencapai 1,97 persen. Padahal, inflasi pada Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen sehingga total inflasi akan mencapai 7,17 persen,” jelas Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.

Hal ini, lanjut SJP, akan makin memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah susah payah dicapai sebesar 5,4 persen.

“Kemungkinan inflasi akan bertambah lagi juga karena adanya rencana pemerintah menaikan tarif ojek daring atau ojol hingga 30% pada akhir bulan Agustus ini. Padahal Pemerintah selama 3 tahun ini telah menerapkan kebijakan pelebaran defisit demi pemulihan ekonomi dampak dari pandemi Covid-19,” tandasnya.

Oleh karena itu, kata SJP, FPKS menyarankan agar pilihan pemerintah pada pembatasan saja, tidak harus dengan menaikkan harga.

“Subsidi BBM dibatasi hanya kepada transportasi publik, kendaraan logistik, mobil berkapasitas mesin 1.000 cc dan sepeda motor di bawah 150 cc,” tutup SJP.