Oleh Ust. Hilmi Aminudin
Ar-Riyaadah (jiwa kepeloporan) terbagi dalam tiga jenis, sebagai berikut:
Pertama, ar-riyaadah ruhiyah wal ma’nawiyah, kepeloporan dalam ruhiyah dan maknawiyah, dalam mentalitas dan moralitas. Kepeloporan ruhiyah dan maknawiyah ini akan mudah terlihat dalam mawaqif (sikap-sikap) ketika menghadapi aneka ragam tantangan, tuntutan pengorbanan dan resiko. Ia akan nampak dalam sikap-sikap yang tenang dan tidak gelisah karena memiliki mustaqrir nafsian wa fikrian, yakni tenang dan stabil secara kejiwaan dan pemikiran.
Di dalam situasi apa pun kader dakwah seharusnya tidak tergoyahkan oleh tantangan, resiko dan ancaman apa pun. Ar-riyaadah ruhiyah wal ma’nawiyah ini terbentuk oleh lima muwashafat (karakter) utama sebagaimana digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib ra:
al-khaufu minal Jalil, takut kepada Allah.
al ‘amalu bit tanzil, beramal dengan selalu berpanduan pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
asy-syukru bil jazil, selalu bersyukur akan pemberian dari Allah yang demikian banyak dan tak terhitung—wa in ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuha, kalau kita ingin menghitung-hitung nikmat dari Allah niscaya kita tidak akan sanggup menghitungnya.
As-shabru bil qalil, bersabar ketika ada kekurangan fasilitas atau harapan yang belum terpenuhi, keinginan yang belum terealisasi, obsesi yang belum tercapai, situasi yang mungkin menyakitkan ataupun kondisi yang mungkin merugikan.
Al-Isti’dad li yaumir rahil, bersiap diri untuk menghadapi akhirat. Kita hidup berjuang memang di dunia, tetapi orientasi hidup kita tetap harus akhirat.