Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid |
JAKARTA — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi sikap delapan Ketua/Pimpinan Fraksi DPR RI, yang secara bersama tegas menolak sistem Pemilu proporsional tertutup.
Hal tersebut, kata Hidayat, agar Konstitusi dilaksanakan dengan benar dan progresif, agar demokrasi di Indonesia tidak mundur ke belakang.
Sikap bersama delapan Pimpinan Fraksi di DPR RI ini makin penting diperhatikan oleh KPU, karena Ketua dan dua Wakil Ketua Komisi II yang merupakan mitra kerja KPU juga ikut mendukung sikap yang menolak usulan pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup.
Jika Fraksi (sesuai ketentuan UU MD3) adalah kepanjangan tangan partai, maka berarti hanya satu partai di DPR yang mendukung sistem proporsional tertutup, dan ada delapan partai di DPR menyatakan sikap tegasnya; menolak pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup dan mendukung MK agar konsisten dengan keputusan sebelumnya yaitu Pemilu dengan sistem proporsional terbuka bukan lagi tertutup.
“Ini menunjukkan bahwa delapan dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI, atau delapan dari sembilan partai di DPR peserta Pemilu semuanya menghendaki sistem Pemilu proporsional terbuka. Artinya, kecuali Fraksi PDIP, seluruh fraksi dan partai peserta Pemilu di DPR kompak ingin sistem proporsional terbuka dilanjutkan, karena sistem proporsional terbuka sesuai dengan konstitusi, dan sesuai dengan putusan MK sebelumnya,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa dengan sistem Pemilu terbuka, maka rakyat dapat mengetahui dan bisa memilih langsung calon legislatif yang dipercayai untuk menjadi wakilnya di parlemen.
“Dan diharapkan rakyat sebagai pemilih dan pemilik kekuasaan bisa memberikan haknya untuk memberi ‘hadiah atau hukuman’ dengan memperhatikan rekam jejak serta visi dan misi caleg atau parpol yang akan dipilihnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW sependapat dengan sikap delapan Ketua Fraksi itu bahwa sistem proporsional terbuka merupakan bentuk kemajuan demokrasi di Indonesia, yang tidak menyerahkan anggota legislatif yang dipilih rakyat sebagai kewenangan mutlak parpol semata layaknya di dalam sistem tertutup.
“Ini juga sejalan dengan ketentuan produksi ada di tangan rakyat yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945,” ujarnya.
HNW berharap bahwa sekalipun sistem proporsional terbuka masih memerlukan banyak perbaikan, tetapi sikap delapan Ketua Fraksi di DPR dikuatkan oleh tiga Pimpinan Komisi II yang membidangi urusan pemerintahan dan Pemilu, menjadi salah satu pertimbangan MK dalam memutuskan perkara pengujian UU Pemilu yang diajukan oleh sejumlah pihak yang menginginkan pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup.
“MK juga harus konsisten dengan putusannya sendiri yang sebelumnya mengubah dari sistem proporsional tertutup menjadi terbuka, dan bahwa sistem proporsional terbuka lah yang lebih sesuai dengan UUD NRI 1945,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga berharap agar kegaduhan mengenai sistem Pemilu ini segera diakhiri dengan ditolaknya permohonan itu, agar semua pihak terkait fokus melaksanakan seluruh tahapan Pemilu.
“KPU fokus saja pada pelaksana untuk melaksanakan Pemilu, dan tidak ikut campur dalam polemik wacana perubahan sistem tertutup ini. Karena pada prinsipnya ada asas praduga konstitusionalitas, yakni suatu aturan UU dianggap konstitusional selama MK tidak memutuskan sebaliknya. Dan yang berlaku saat ini adalah sistem proporsional terbuka.”
“Maka MK yang putusannya bersifat final dan mengikat mutlak juga konsisten dengan putusan yang pernah dibuatnya, agar tidak menimbulkan kegaduhan yang dapat menyebabkan ketidakpercayaan rakyat serta persiapan Pemilu yang tidak maksimal yang dapat berakibat pada hasil Pemilu yang tidak maksimal, dan karenanya tidak menghadirkan kemajuan demokrasi dan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, sebagaimana harapan rakyat dan kita semuanya,” pungkasnya.