Wakanda, Indonesia, dan Kebebasan Berbicara

Kembali ke tukang bakso, karena mengkritik pejabat adalah hal yang rawan dikriminalisasi, maka dalam benak rakyat sana ada banyak telik sandi yang menyamar menjadi tukang bakso berkeliaran di sekeliling pemukiman yang siap meringkus mereka yang membuat tersinggung rezim. Cirinya, mereka membawa alat komunikasi handy talky.

Maka bila ada kalimat yang “nyerempet-nyerempet”, sontak orang lain akan menyahut ” Gak bahaya tha? Awas ada tukang bakso.”

Tukang bakso berhandy talky ini seolah menjadi mitos. Dibilang tidak ada, tapi banyak yang diringkus. Dibilang ada, tapi hanya segilintir yang mengaku pernah melihat.

Namun kini keadaan semakin parah. Belum selesai masyarakat Wakanda dihantui aparat menyamar, kini kebebasan berekspresi diganggu oleh para pelabrak.

Pihak-pihak yang memberikan pencerdasan kepada masyarakat dengan mengajak berpikir kritis dan logis sekarang diburu oleh pendukung penguasa yang gemas karena kebodohannya diusik. Mereka tak segan mencaci, memaki, sampai melempar botol kepada para filsuf itu.

Kondisi Wakanda makin suram. Dulu ada Ormas Islam yang menggeruduk tempat maksiat, tapi Ormas itu dicap radikal karena dituduh main hakim sendiri. Namun para pembenci Ormas itu kini berkeliaran melakukan persekusi kepada mereka yang dianggap berbuat “maksiat”, dalam arti mengkritik penguasa.

Kebebasan berbicara di Wakanda semakin darurat. Dan imbasnya, Indonesia akan semakin dijelek-jelekkan demi menyamarkan kritikan.

Bagaimana kalau rakyat Indonesia mendengar sindiran warga Wakanda? Sudah maklum kalau itu cuma analogi, atau tersinggung? Oh iya, di mata rakyat Wakanda, Indonesia kan cuma negeri dongeng.***

Laman: 1 2