Oleh: R Irwan Waji
Menjadi Caleg adalah sebuah kehormatan tetapi juga membawa sebuah konsekuensi yang tidak sederhana.
Menjadi seorang Caleg harus memenuhi sekian banyak persyaratan baik yang sifatnya berkaitan dengan kompetensi berupa kecakapan dan keahlian tertentu maupun juga dari segi kredibilitas berupa keluhuran budi pekerti, kredibilitas moral dan karakter terpuji lainnya
Menjadi Caleg adalah pertaruhan banyak sisi. Bukan hanya mewakili pribadi tetapi juga mempertaruhkan kredibilitas keluarga besar, tetangga, teman dan para sahabat, para relasi, serta nama baik partai yang menjadi kendaraan kita bersama.
Selama ini memang harus diakui bahwa ada sebagian caleg hanya menang dalam berkomunikasi dan retorika publik. Dari latar belakang atau track record terasa ada yang mengganjal dari sisi moral dll. Tetapi, wajarlah sebab dalam dunia kontestasi politik ‘like and dislike’ terjadi dimana-mana khususnya antar para pendukung dan loyalis para Caleg.
Dari sejumlah persyaratan yang tak tertulis secara baku itu, baik yang tangible maupun intangible, baik yang nampak dalam bentuk penampilan lahiriah maupun hal² yang hanya bisa dirasakan ketika seseorang berinteraksi dengan kita secara intens, kesemuanya itu membutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar.
Karena itu menjadi seorang Caleg seharusnya menjadi cita-cita dan indikator kinerja pribadi kita semua walaupun saatnya nanti kita tidak benar-benar harus menjadi Caleg tetapi setidaknya akan menjadi orang yang diperhitungkan bahkan diperebutkan oleh banyak orang dan berharap bisa berkolaborasi dengan kita karena kontribusi dan saham kebaikan sudah terinvest begitu banyak di tengah-tengah kehidupan kita.
Kehidupan ini amat sementara, tidak ada yang melebihi kecuali nama baik, karya, dan pengabdian. Rasa-rasanya peluang itu dimiliki oleh para Caleg, berat atau ringan anda sedang dibawa kepada situasi yang mulia itu. Itulah bekal terbaik, bekal untuk ditinggal dan bekal untuk dibawa menghadap-Nya kelak.
Demikian juga mereka yang bukan Caleg, anda tak perlu berkecil hati, sebab kerja pemilu adalah kolektif. Siapa yang merawat kuda perang meski tidak ikut berperang, maka nilainya sama dengan orang yang berperang dengan menggunakan kuda perang yang dirawatnya itu.
Selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya.” (HR Muslim dan lainnya).
Barangsiapa yang tidak memiliki peran, amal dan karya entah keturunan dari siapapun ia berasal, entah posisi jabatan apapun yang disandangnya, kemuliaannya tetap tidak terangkat. Statusnya tidak akan menjadi mulia semulia orang yang tulus bekerja. Karena itu, bekerjalah, berkontribusilah, sampai-sampai nanti orang-orang berkata, “Oh kukira dia Caleg” 😅 Keren kan?
Wallahu a’lam bish shawab.***