Urwah bin Zubair berkata, “Aku ingin menjadi seorang ulama.”
Tak mau kalah, Mus’ab bin Zubair pun berkata, “Aku ingin menjadi gubernur Irak dan menikahi Aisyah binti Thalhah dan Sakinah binti Al-Hasan.” Aisyah dan Sukainah adalah dua wanita yang sangat ceras dan catik dizamnnya.
Kemudian yang terakhir, Abdullah bin Umar berujar, “Aku ingin Allah Ta’ala mengampuniku.”
Lalu apa yang terjadi dengan cita-cita anak muda sholeh tersebut?
Selang beberapa tahun kemudian, Urwah bin Zubair menjadi ulama besar.Tempat orang bertanya ilmu hadits dan seorang faqih pada zaman tabi’in. Banyak hadits yang diriwayatkan melalui jalurnya.
Mus’ab ibnu Zubair akhirnya menjadi gubernur Irak juga menikahi Sukainah binti Husain dan Aisyah binti Thalhah bin ‘Ubaidillah dengan mahar masing-masing lima ratus ribu dirham.
Abdullah bin Zubair menjadi khalifah selama kurang lebih 9 tahun.
Abdullah bin Umar yang bercita-cita ingin masuk surga, tentu tidak bisa kita liat jawabannya. [1]
Cerita yang sarat akan makna dan hikmah. Jangan takut untuk bermimpi, dan berjuanglah untuk mewujudkan mimpi itu. Pepatah lama mengatakan, gantungkan cita-citamu setinggi langit, karena ketika kita jatuh kita masih berada diantara bintang-bintang.
Milikilah impian, karena bermimpi itu gratis. Mimpi yang tidak sekedar mimpi, ada effort maksimal juga untuk mewujudkannya. Itulah yang membedakan kita dengan orang yang berkhayal.
Tak perlu goyah dengan argumen-argumen yang biasa muncul dan sering menjadi pembenaran dari lemahnya jiwa “ngak usahlah bermimpi yang muluk-muluk, terlalu tinggi nanti kalau jatuh sakit”, dan masih banyak pernyataan senada yang membuat kita takut untuk bermimpi.
Impian atau cita-cita adalah ruhnya kehidupan. Dengannya kita memiliki gairah dan motivasi dalam hidup. Ini juga yang mempengaruhi daya juang dan fokus sesorang dalam menjalani kehidupannya. Gambaran kehidupan kita dimasa depan banyak dipengaruhi oleh cita-cita atau impian dimasa sekarang. Orang yang memiliki impian, maka hidupnya lebih optimis dibanding yang tidak memiliki impian atau cita-cita.
Impian adalah energi yang senantiasa menjadi bahan bakar kita dalam perjalanan hidup. Impian akan terus memacu kita untuk optimis di sepanjang jalan perjuangan. Semakin besar mimpi maka upaya dan daya juang juga akan semakin besar.
Dengan adanya impian juga membuat seseorang memiliki mental baja dalam melewati segala rintangan dan halangan yang merintangi capaian impiannya. Impian adalah sebuah destinasi dalam sebuah perjalanan kehidupan . Dengan destinasi impian yang jelas, kita akan berusaha untuk tetap on the track dalam perjalanan meraih impian.
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Sesungguhnya aku memiliki jiwa yang berkeinginan sangat kuat, aku bercita-cita untuk tegaknya khilafah maka aku memperolehnya. Aku menginginkan menikahi putri seorang khalifah maka aku mendapatkannya, aku bercita-cita menjadi khalifah maka aku mendapatkannya, dan aku sekarang menginginkan surga maka aku berharap untuk mendapatkannya.”
Berkata Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, “Tidak ada kegembiraan sama sekali bagi orang yang tidak punya hasrat dan impian …”
Tidak ada kata terlambat dalam bermimpi. Selagi kita masih berakal dan bernafas sejatinya kita masih memiliki harapan untuk memiliki impian. Yuk, peluk mimpimu!
Ketika Impianmu Dianggap “Gila”
Pernah kamu mengalami bullying dari oranglain hanya karena impian atau cita-citamu terlalu melangit? Impian yang dianggap kurang membumi lalu berujung pada sarkasme dan pembunuhan karakter?
Adalah RasulAllah Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam ketika perang Ahzab memutuskan untuk membuat parit yang mengelilingi Madinah. Strategi ini adalah usulan dari sahabat Salman Al-Farisi.
Saat sedang menggali parit sahabat disulitkan karena adanya batu bulat bewarna putih yang sangat besar. Ihwal ini lantas dilaporkan kepada RasulAllah. Beliau lalu mendatangi lokasi batu besar tersebut. Diambilnya kapak tanah dan berkata, “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-Nya dn Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecahlah sepetiga batu itu.
“Allahhu Akbar” RasulAllah bertakbir lalu diikuti oleh kaum muslimin yang lain tatkala batu itu mengeluarkan cahaya. Beliau lanjut memukul batu itu, dan kembali benda itu merekah dan mengeluarkan cahaya terang yang menerangi kedua ujung Madinah.
RasulAllah kembali bertakbir dan diikuti oleh sahabat yang lain. Nabi Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam kemudian memukul batu itu untuk ketiga kalinya. Maka, pecahlah benda itu berkeping-keping. Benda itu lagi-lagi mengelurkan cahaya yang berkilau.
“Wahai RasulAllah, ketika engkau memukul batu itu, aku melihat ada kilat memancar” tanya Salman Al-Farisi
“Engkau melihatnya” jawab RasulAllah
“Demi dzat yang mengutus engkau membawa kebenaran, benar ya RasulAllah.” Jawab Salman
RasuAllah bersabda,” Ketika saya memukul itu, ditampakkan kepadaku istana-istana Hirah dan Madain yang dimilki Kisra Persia dan sekitarnya.” Jibril lalu datang dan menyampaikan kabar gembira bahwa kaum muslimin nanti akan mengalahkan mereka (Persia).
Para sahabat yang hadir ketika itu berkata, “Wahai RasulAllah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.”
Maka RasulAllah pun berdoa. “Kemudian aku memukul kedua kalinya, dan diperlihatkan kepadaku istana-istana merah kota Romawi dan sekitarnya.”
Lagi, Jibril lalu memberitahukan bahwa umat Islam nanti akan mengalahkan mereka (Romawi).”
Para sahabat berkata, “Wahai RasulAllah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.”
Maka RasulAllah pun berdoa. “Kemudian aku memukul untuk yang ketiga kalinya, dan diperlihatkan kepadaku negeri Ethopia dan sekitarnya.”
Lalu beliau berkata ketika itu, “Biarkanlah Ethopia (Habasyah) selam mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah Turki selama mereka meninggalkan kalian.”[2]
Sontak ucapan RasulAllah itu mendapat reaksi sinis dari orang-orang munafik. Nabi Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam mendapat bully-an dan ejekan yang membuat kuping panas.
“Tidakkah kalian merasa heran dengan ucapan, angan-angan dan janji palsu yang disampaikan Muhammad kepada kalian!?” hardik mereka
“Bagaimana mungkin Muhammad menyatakan telah melihat dari kota Yastrib (Madinah) istana-istana Hirah dan Madain milik raja Kisra Persia? Juga bagaimana mungkin ia mengatakan bahwa kalian akan menaklukkannya, sementara kalian saat ini hanya bisa menggali parit untuk melindungi diri dari musuh yang kalian tidak bisa menghadapinya!?”
Sahabat sekalian,
Sungguh hinaan yang menyayat hati bukan? Begitu mereka mem-bully RasulAllah dan kaum muslimin.
Cita-cita kaum muslimin untuk menaklukkan kota Persia dan Romawi dianggap sebagai ide ‘gila’ yang immposible untuk diraih. Orang-orang munafik berfikir di perang Ahzab saja kaum muslimin tidak mungkin menang dengan jumlah pasukan yang sangat jauh. Kaum muslimin ada 3000 orang sedang pasukan musuh berjumlah 10,000 pasukan apalagi bermimpi mau mengalahkan imperium digdaya seperti Persia dan Romawi.
Keteguhan iman dan kepercayaan kaum muslimin yang kuat akan janji Allah dan Rasul-Nya akan menjadi nyata. Akhirnya sejarah mencatat dengan tinta emas kejayaan bahwa Islam pernah menguasai dua negara adidaya kala itu, yaitu Romawi dan Persia di masa khilafah Umar bin Khattab.
Pembebasan pertama ini setahun sebelum Khalifah Umar memasuki Baitul Maqdis, pasukan Muslim lebih dulu mengalahkan dua superpower, yaitu Romawi Byzantium dan Sassanid Persia.
Romawi Byzantium dikalahkan secara telak dalam Perang Yarmuk oleh pasukan Muslim yang dipimpin Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid. Sedangkan, Sassanid Persia dikalahkan, juga secara telak, dalam Perang Qadisiya, oleh pasukan Muslim yang dipimpin Saad bin Abi Waqqash.
Sedangkan, riwayat kekaisaran Romawi berakhir dengan penaklukan Konstantinopel, ibu kota Romawi Byzantium, oleh Muhammad Al Fatih pada 1453, 800 tahun setelah sabda Nabi SAW.
Dengan apa kaum muslimin meraih itu semua? harta dan jiwa mereka.