Pertama, bila kedudukan itu dicapai melalui pemilihan umum, maka bukankah mereka yang dulu berkeliling menyambangi rakyat mengumbar janji meminta jabatan? Bahkan segelintir pihak sampai merelakan berbagai cara supaya menang dalam kontestasi demokrasi. Bila itu adanya, maka tak perlulah orang itu merasa berjasa.
Kedua, bila janji-janji kampanye jauh dari kata terwujud, maka lebih tidak pantas lagi penguasa itu menagih rasa syukur masyarakat. Harusnya mereka tak berani menampakkan wajahnya di tengah khalayak mengingat utang kampanye yang diumbar-umbar dulu gagal terlunasi.
Ketiga, bila mereka gagal melindungi bangsa ini dari bahaya, membuat rakyat sejahtera, gagal mencerdaskan kehidupan bangsa, minim kiprah menciptakan perdamaian dunia, maka jelas sekali penguasa itu gagal mewujudkan tujuan bernegara. Sehingga tak pantas masa tugasnya ditutup dengan rekayasa ucapan-ucapan terima kasih.
Karena itu saya mengajak segenap para pejabat untuk introspeksi sebelum merasa berjasa. Hisab di akhirat sangat berat dan rinci. Tak ada arti spanduk-spanduk ucapan terima kasih atau bahkan survei kepuasan masyarakat itu di hadapan Allah SWT. Bila dalam audit akhirat ini banyak temuan penyimpangan atas kepemimpinan kita, bersiaplah balasan yang pedih akan disegerakan.
Nilai-nilai dasar Pancasila yang kita anut adalah membangun budaya kerja pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan mencari popularitas, jabatan atau kekayaan. Hal ini berlaku bagi mereka yang baru diberi amanah publik seperti Presiden, para menteri, anggota legislatif dan seluruh pejabat yang mengatur urusan rakyat di tengah bangsa ini.***